Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan: Momentum Akselerasi Pemberian Legalitas Kepemilikan Tanah Masyarakat

 

Palemahan - Pembangunan Nasional merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta dalam penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila. Pemerintah melakukan pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagai bentuk desentralisasi agar Pemerintah Daerah dapat mengatur dan mengurus semua urusan daerahnya sendiri. Pemerintah Daerah berhak dan berwenang untuk menggunakan sumber keuangan daerah yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memperluas kewenangan daerah. Perluasan kewenangan tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat dan menambahkan jenis pajak baru. Terhitung sejak 1 Januari 2011, pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dialihkan dari pemerintah pusat (Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan) kepada pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah daerah melaksanakan pengelolaan BPHTB sejak tahun 2011 yang merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan demikian per tanggal 1 Januari 2011 Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) sudah tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB, sehingga wajib pajak yang akan melaporkan pembayaran BPHTB sehubungan dengan proses transaksi properti yang dilakukannya akan langsung ditangani oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Dasar Pelaksanaan Kebijakan

Reforma agraria dan kepemilikan tanah sebagai salah satu prioritas nasional sebagaimana tertuang dalam Nawacita merupakan embrio bagi lahirnya program pendaftaran tanah secara sistematik. Prinsip dari agenda ke-5 dan ke-9 Nawacita tersebut adalah meletakkan fondasi yang kuat pada kendali dan pemerataan distribusi sumber lahan sebagai faktor produksi. Pemerintah menargetkan terdapat 126 juta bidang tanah yang telah bersertifikat pada tahun 2025. Skema reformasi agraria ini memiliki 2 (dua) pilar fundamental yaitu asset reform dan access reform. Redistribusi dan penguatan hak kepemilikan atas tanah sebagai sumber ekonomi diharapkan mendukung pembangunan berkelanjutan dan meminimalisir kontestasi penguasaan tanah, konflik pertanahan dan menggerakkan perekonomian masyarakat. 

Kebijakan strategis ini selanjutnya dipertegas dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Regulasi ini ditujukan untuk memastikan agar sumber daya yang ada tiap level pemerintahan dapat digerakkan untuk mensukseskan program ini. Pemerintah Kabupaten/Kota harus memandang bahwa kebijakan ini merupakan momentum untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh hak atas tanah, sebagaimana esensi program strategis nasional. Respons tersebut diwujudkan melalui kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Tujuan Jangka Panjang

Penerapan kebijakan ini ditujukan sebagai landasan awal terhadap tata kelola administrasi pertanahan dan dapat mendorong upaya penggalian pendapatan daerah. Setidaknya terdapat 3 (tiga) tujuan mendasar dari kebijakan pembebasan BPHTB jika dapat diimplementasikan, yaitu: Penertiban kepemilikan hak atas tanah milik masyarakat, kemudahan memperoleh legalitas kepemilikan hak atas tanah dan bangunan di wilayah Kabupaten/Kota, dan pemutakhiran database Pajak Bumi dan Bangunan.

Sebagai sebuah kebijakan yang berorientasi terhadap kepentingan publik, dipandang penting untuk mengkaji pelaksanaan pembebasan BPHTB sebagai bagian dari otoritas pemerintah daerah, yang sampai saat ini masih terus berproses sehingga dapat memberikan input yang valid dan komprehensif bagi penyempurnaan kebijakan.

Image: Freepik

0 Comments