Tri Hita Karana: Konsep Konservasi Masyarakat Bali

Tri Hita Karana: Konsep Konservasi Masyarakat Bali

Tri Hita Karana

Tri Hita Karana berarti Tiga penyebab kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Tri Hita Karana merupakan filosofi dan prinsip hidup masyarakat Bali yang mengatur terkait prilaku dan tindakan manusia, sehingga membawa kebahagiaan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan.

Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari tiga suku kata yaitu "Tri" berarti tiga, "Hita" berarti kebahagiaan, dan "Karana" memiliki arti penyebab. Secara Harfiah Tri Hita Karana artinya Tiga penyebab kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Tri Hita Karana merupakan prinsip yang mengatur perilaku manusia untuk mencapai hubungan yang harmonis.

Tri Hita Karana terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Parahyangan berarti Hubungan Manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), yang merupakan prinsip yang mengatur mengenai ketuhanan, hubungan manusia dengan sang pencipta. Pawongan (Hubungan antar sesama manusia) yang merupakan prinsip yang mengatur cara-cara menjaga kerukunan dan keharmonisan sesama manusia dengan sikap saling menghormati, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan mewujudkan kedamaian sesama manusia, dan antar umat beragama.

Prinsip ketiga yaitu Palemahan adalah Hubungan manusia dengan alam/lingkungan, merupakan prinsip yang mengatur keharmonisan manusia dengan lingkungan nya, menjaga kelestarian lingkungan, membersihkan lingkungan, dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bertanggung jawab (Sukarma,2016). Konsep Tri Hita Karena menjadi pedoman bagi masyarakat Hindu di Bali, dan diwariskan turun temurun. Adat, budaya dan kebiasaan umat hindu di Bali sangat erat kaitan nya dengan penerapan Tri Hita Karana dalam Kehidupan.


Dalam konsep Tri Hita Karana, manusia memiliki tanggung jawab utama dalam menjaga keharmonisan ketiga faktor tersebut. Dalam kaitan nya dengan lingkungan, konsep (Palemahan) menjadi pedoman dalam mengatur prilaku masyarakat. 

Contoh Implementasi Tri Hita Karana

Menghargai Pohon

Salah satu contoh aplikasi prinsip Palemahan di Bali adalah cara masyarakat Bali dalam menjaga pohon dan tumbuh-tumbuhan. di Bali banyak ditemui pohon-pohon perindang yang disucikan oleh masyarakat setempat yang umumnya diselimuti kain hitam putih.

Kain hitam putih memiliki makna Rwa Bineda (Baik dan Buruk) yang menjadi pengingat bagi manusia dalam berperilaku. Penyucian pohon bertujuan agar manusia dapat menghargai pohon, dan menjaga kelestarian nya. Dalam proses pembangunan seperti pembangunan jalan, pohon-pohon yang telah disucikan tidak akan ditebang sembarangan.

Hari Raya Nyepi

Contoh lain aplikasi konsep Tri Hita Karana di Bali adalah Hari Raya Nyepi. Hari raya Nyepi diperingati satu tahun sekali yang merupakan pertanda dimulainya tahun Baru Caka. Hari raya nyepi dimulai dengan rentetan acara keagamaan (Parahyangan) yang bertujuan untuk mendoakan kedamaian, dan kesejahteraan mahkluk hidup. 

Pada saat hari raya nyepi, masyarakat Bali memiliki empat pantangan (Catur Bratha) yaitu Amati Geni (tidak diperbolehkan menyalakan api) api yang dimaksud berupa api dari segi fisik, maupun “api” dalam diri (emosi), Amati Karya (tidak boleh bekerja) yaitu mengistirahatkan diri dan melakukan interospeksi diri, Amati Lelungan (Tidak Boleh Bepergian), dan Amati Lelanguan (Tidak Boleh Bersenang senang).

Hari raya nyepi memberikan dampak yang baik bagi lingkungan, Catur Brata bermanfaat untuk menekan emisi karbon dari kendaraan bermotor karena adanya pantangan untuk bepergian, penghematan listrik karena pantangan menghidupkan api, dan polusi suara. Hari raya nyepi merupakan salah satu cara masyarakat bali untuk memberikan bumi waktu untuk beristirahat. Hal ini merupakan implementasi konsep pelemahan. Sehari setelah nyepi, masyarakat Bali akan melakukan silaturahmi dengan saudara dan kerabat yang merupakan implementasi konsep Pawongan yang menekankan pada hubungan sesama manusia.

Nyepi Segara

Selain Hari Raya Nyepi, masyarakat di Bali khususnya di Pulau Nusa Penida memiliki cara lain untuk melakukan pelestarian lingkungan. Selain melaksanakan hari raya nyepi untuk memperingati Tahun Baru Caka, setiap tahun nya masyarakat di Nusa Penida melaksanakan Hari Raya Nyepi Segara (Hari Raya Nyepi untuk Laut).

Nusa Penida adalah pulau yang terletak di Tenggara Pulau Bali. Masyarakat nusa Penida mayoritas berprofesi sebagai nelayan, baik itu nelayan rumput laut maupun nelayan tangkap. Selain sebagai nelayan, masyarakat juga melayani penyebrangan wisatawan dari pulau bali ke pulau Nusa Penida. Maka dari itu, masyarakat Nusa Penida sangat bergantung terhadap laut.

Dalam upaya menjaga kelestarian laut, masyarakat Nusa Penida melaksanakan Nyepi Segara yang bertujuan untuk mengistirahatkan laut selama satu hari dalam setahun. Selama perayaan Nyepi Segara, masyarakat dilarang untuk melakukan kegiatan apapun di laut. Hal ini merupakan salah satu cara masyarakat Nusa Penida dalam melakukan pelestarian lingkungan, dan menjalankan prinsip pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan (Adnyani,2014).

Konsep Tri Hita Karana merupakan salah satu ajaran leluhur nusantara yang masih dijalankan hingga saat ini. Konsep telah turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Akan tetapi, konsep ini masih sangat relevan untuk diterapkan pada masa kini. Palemahan yang merupakan salah satu bagian dalam Tri Hita Karana menjadi instrumen penting dalam pelestarian lingkungan di era industrialisasi seperti saat ini.

Masyarakat akan lebih mudah memahami konsep pelestarian lingkungan, keberlanjutan, dan konservasi jika prinsip tersebut telah menjadi budaya di tengah masyarakat. Selain itu, prinsip terkait ketuhanan dan kemanusiaan dapat menjadi penyeimbang di tengah dinamika yang terjadi di tengah masyarakat.

Selain Konsep Tri Hita Karana, banyak kearifan yang telah diwariskan nenek moyang kita di Nusantara. Memahami dan menerapkan kembali konsep dan prinsip pendahulu kita dapat menjadi salah satu upaya dalam melestarikan Budaya yang mulai tergerus di era modern

Image: Freepik

Pustaka:
  • Adnyani, I K., Prasetia I N., Windari, RA. 2014. Nyepi Segara Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Nusa Penida Dalam Pelestarian Lingkungan Laut. Jurna Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol 3 (1): 300-312
  • Sukarma, IW. Tri Hita Karana Theoretical Basic of Moral Hindu.International Journal of Linguistics, Languange and Culture, Vol.2(9) : 84-96
  • Raharja, I., I., M. (Makna Gunung Agung dalam Kebudayaan Bal).Institut Seni Indonesia Denpasa
  •  

0 Comments