Jalak Bali: Burung Cantik Yang Hampir Punah

Jalak Bali

Burung jalak Bali, mungkin banyak yang belum mengenalnya. Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah salah satu spesies burung endemik yang hanya dapat ditemukan di Pulau Bali, Indonesia. Pemerhati burung dunia menyebutnya sebagai Bali Myna, sedangkan Masyarakat setempat mengenal sebagai Curik Putih atau Curik Bali.

Morfologi dan Kebiasaan Jalak Bali

Jalak Bali pertama kali ditemukan pada tahun 1910 oleh ornitologis Eropa bernama Dr. Baron Stressman, dan sejak tahun 1991 resmi menjadi maskot ikonik Provinsi Bali. Selain itu, burung ini juga terpilih menjadi maskot Pemilu Indonesia 2024.

Burung ini memiliki tampilan yang khas dengan ciri-ciri bulu putih bersih, paruh berwarna kekuningan, mata berwarna coklat, dan daerah sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan warna biru tua yang menjadi ciri khas Bali Myna. Burung ini juga mempunyai jambul pada bagian kepalanya yang akan terlihat saat berkicau. Perpaduan warna tersebutmembuatnya menjadi salah satu burung paling cantik di dunia.

Jalak Bali memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, dengan panjang burung jalak bali jantan dewasa mencapai 21-25 cm, dan berat kurang lebih 108 gram. Sedangkan ukuran betina lebih kecil dan cenderung memiliki bentuk tubuh lebih bulat.

Jalak Bali termasuk dalam keluarga burung pemakan serangga dan biji-bijian. Mereka memakan berbagai jenis serangga kecil, biji-bijian dan buah-buahan. Jalak Bali juga dikenal sebagai burung yang sangat cerdas dan memiliki suara yang indah. Jalak Bali adalah burung monogami, yang berarti bahwa mereka hanya memiliki pasangan untuk hidup.

Karena hanya memiliki satu pasangan, perkembangbiakan burung ini sangat bergantung pada kondisi kedua pasangan. Jika salah satu nya mati, proses perkembangbiakan tidak akan terjadi. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan populasi Jalak Bali.

Burung ini biasanya melakukan proses perkawinan pada musim basah. Proses perkawinan dimulai dengan nyanyian yang dilakukan oleh burung jantan untuk memikat pasangannya. Setelah pasangan terbentuk, burung jantan akan mulai membangun sarang untuk betina di pohon dengan ketinggian kurang lebih 2 meter. Sarang ini nantinya digunakan untuk hidup berdua dengan pasangan nya dan bertelur.

Sarang Jalak Bali berbentuk seperti mangkuk yang terbuat dari ranting-ranting kecil dan serat-serat tumbuhan. Setelah sarang selesai, betina akan bertelur dan mengerami telur-telurnya selama 18-19 hari. Setelah telur menetas, kedua burung akan bersama-sama mengasuh anak-anak mereka sampai mereka siap untuk meninggalkan sarang.

Jalak Bali hanya ditemukan di Bali, terutama di wilayah pedalaman Bali Barat dan Taman Nasional Bali Barat. Burung ini biasanya hidup di hutan dan daerah terbuka yang mengelilingi hutan. Namun, karena pembangunan dan perambahan hutan, populasi Jalak Bali semakin berkurang dan terancam punah.

Populasi Jalak Bali

Jalak Bali terdaftar sebagai spesies "Critically Endangered" pada Red List of Threatened Species yang diterbitkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Saat awal ditemukan, populasi burung ini diperkirakan sekitar 500-900 ekor, pada tahun 1970, data menunjukkan penurunan yang signifikan hingga tersisa 112 ekor saja di alam. Jumlah ini terus menurun hingga tahun 2005 yang menyisakan puluhan ekor di wilayah Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

Menurunnya populasi jalak bali disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah meningkatnya pembangunan dan perambahan hutan yang menyebabkan menurunnya habitat alami Jalak Bali. Burung ini biasanya hidup di hutan dan daerah terbuka di sekitar hutan, namun perubahan lingkungan membuat burung ini sulit menemukan tempat yang tepat untuk hidup dan berkembang biak. Perdagangan ilegal merupakan salah satu faktor utama penyebab penurunan populasi.

Jalak bali sering diburu untuk dijual sebagai hewan peliharaan atau untuk keperluan lain. Perburuan sangat marak terjadi pada awal tahun 2000an, Harga Burung Jalak Bali untuk sepasang indukan mencapai Rp.30 juta.

Hal ini merupakan ancaman serius bagi populasi burung ini. Semakin banyak burung yang ditangkap akan sangat berpengaruh terhadap populasinya di alam liar.

Selain itu, faktor Kesehatan burung juga turut serta dalam penurunan populasi spesies ini. Parasit seperti kutu dan serangga dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada burung yang menyebabkan gangguan kesehatan burung hingga kematian. Hal ini menjadi masalah serius karena populasi Jalak Bali yang terancam punah.

Burung Jalak Bali
Source: Bali myna (alphacoders.com)

Upaya Konservasi

Status Kritis Terancam Punah diberikan kepada spesies yang memiliki risiko kepunahan sangat tinggi. Kriteria penilaian meliputi ukuran populasi yang sangat kecil, kemungkinan penurunan populasi yang parah, dan kerentanan terhadap berbagai ancaman kepunahan akibat kerusakan habitat, perdagangan ilegal dan perubahan iklim.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya konservasi untuk melindungi Jalak Bali dari kepunahan. Taman Nasional Bali Barat, yang merupakan habitat aslinya, telah menjadi tempat perlindungan bagi spesies ini. Pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan yang melarang perdagangan Jalak Bali, dan melakukan razia untuk menghentikan perdagangan ilegal.

Beberapa organisasi konservasi juga telah melakukan upaya untuk membantu melindungi Jalak Bali. Salah satunya adalah Bali Bird Park, yang memiliki program pemuliaan dan pelepasliaran Jalak Bali. Program ini bertujuan untuk membantu meningkatkan populasi Jalak Bali di alam liar dan mengurangi tekanan dari perdagangan ilegal.

Selain itu, ada juga program pelepasliaran Jalak Bali yang dilakukan oleh Yayasan Burung Indonesia (BirdLife Indonesia) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali. Program ini melibatkan masyarakat lokal dan pemerintah dalam upaya melestarikan burung-burung langka seperti Jalak Bali. Upaya konservasi mulai membuahkan hasil pada tahun 2015. Hasil sensus satwa menunjukkan adanya peningkatan populasi hingga mencapai 75 ekor, dan terus berkembang hingga mencapai 355 ekor pada tahun 2020.

Hingga akhir tahun 2022, Populasi Jalak Bali di TNBB mencapai 560 ekor. Jumlah ini menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak awal tahun 2005, yang hanya tersisa puluhan ekor. Hal ini menunjukkan adanya dampak positif dari upaya konservasi yang telah dilakukan. Peran masyarakat adat juga memiliki kontribusi dalam proses konservasi dan pemulihan populasi si Curik Putih.

Adanya Awig-Awig (Aturan adat), proses pelestarian secara eksitu (di luar kawasan TNBB) dapat dilakukan. Salah satu contoh nya adalah pada kawasan pulau Nusa Penida. Masyarakat dilarang keras untuk menangkap dan menjual burung ini. Selain sanksi huku, sanksi adat juga akan dikenakan pada mereka yang melanggar.

Jalak Bali merupakan salah satu spesies burung endemik Indonesia yang sangat menarik dan unik. Namun, spesies ini terancam punah karena hilangnya habitat alami, perdagangan ilegal, dan masalah kesehatan burung. Upaya konservasi yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi konservasi sangat penting untuk melindungi Jalak Bali dari kepunahan | Palemahan.

Source: Bali Myna Wallpaper (alphacoders.com)

Sumber:

  • BirdLife International. (2021). Leucopsar rothschildi. The IUCN Red List of Threatened Species 2021: e.T22719741A182340013.
  • Prawiradilaga, D. M., Trainor, C. R., & Verbelen, P. (2019). The current state of the critically endangered Bali starling Leucopsar rothschildi and its conservation implications. Bird Conservation International, 29(3), 321-336.
  • Setiawan, Y., Purwanto, Y., & Indrawan, M. (2019). An assessment of Bali starling (Leucopsar rothschildi) conservation program in West Bali National Park. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 388(1), 012023.
  • SUDARYANTO, F.X. et al. (2019) Peranan Awig-awig Desa Adat dalam Konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida. Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies), [S.l.], v. 9, n. 1, p. 227-240

 

0 Comments