Reklamasi Bukan Solusi Melainkan Investasi Berujung Kontradiksi

Palemahan Apa itu reklamasi? Kenapa perlu dilakukan reklamasi? Kedua pertanyaan itu umum ditanyakan oleh orang awam. Reklamasi didefinisikan sebagai suatu kebijakan yang dimiliki oleh negara-negara pantai untuk mengatasi kebutuhan akan lahan [1]. Sederhananya, suatu perairan ditimbun untuk dibuatkan daratan baru dan menjadi salah satu langkah untuk pemekaran kota [2].

Reklamasi membawa dampak yang buruk terhadap lingkungan dan ekologi [3]. Selain dampak lingkungan, reklamasi juga dapat menimbulkan konflik sosial [4]. Saat ini, reklamasi menjadi isu yang hangat untuk dibicarakan, salah satu kasus yang sedang booming adalah pro dan kontra reklamasi di Teluk Benoa, Bali.

Teluk Benoa memiliki peranan yang penting bagi masyarakat Bali, mengingat letaknya yang strategis antara Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Selain itu, Teluk Benoa memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di wilayah pesisir selatan Bali. Tingginya keanekaragaman hayati tersebut ditandai dengan terdapatnya berbagai jenis ekosistem yang meliputi ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun dan dataran pasang surut [5]. Ekosistem-ekosistem ini tentunya memiliki peranan yang penting bagi lingkungan maupun masyarakat Bali pada umumnya.

Terancamnya keberadaan ekosistem-ekosistem tersebut juga akan mengancam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Bali [6]. Salah satu elemen yang terkena dampak ini adalah nelayan. Dengan adanya reklamasi, tentunya akan mengakibatkan para nelayan kehilangan area tangkapan. Hal ini juga berdampak pada penurunan tingkat pendapatan para nelayan.

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Bagaimana tidak? Kemiskinan masih melekat pada citra nelayan di Indonesia. Diharapkan reklamasi Teluk Benoa dapat dibatalkan. Hal ini mempertimbangkan keberlangsungan hidup keluarga nelayan di wilayah pesisir selatan Bali yang sebagian hidupnya bergantung pada hasil tangkapan di Teluk Benoa.


Referensi Tulisan:

[1] Kalalo, F. (2008). Kebijakan Reklamasi Pantai dan Laut serta Implikasinya Pada Status Hukum Tanah dan Hak Masyarakat Pesisir. Konferensi Nasional VI Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan.

[2] Marjuki, R.K. (2018). Reklamasi Teluk Benoa Picu Degradasi Lahan. UMY: Yogyakarta.

[3] Li, M. (2014). Enviromental Quality Assessment and Trend Analysis of Proteleum in Offshore Area Influencing by Reclamation. IERI Procedia.

[4] Pearson, S., Windupranata, W., Pranowo, W. S., Putri, A., Ma, Y., Concejo, A., Fernandez, E., Mendez, G., Banks, J., Knights, A.M., Firth, L.B., Breen, B.B., Jarvis, R., Aguirre, J.D., Chen, S., Smith, A.D.H., Steinberg, P., Chatzinikolaou, E., Arvanitidis, C. (2016). Conflicts in Some of The Worls Harbours: What Needs to Happen Next?. Maritime Studies.

[5] Dewanto, P.A. (2017). Advokasi ForBali Dalam Proyek Reklamasi Teluk Benoa Bali (2013-2017). UMY: Yogyakarta.

[6] Suantika, W. (2015). Resistensi Masyarakat Lokal Terhadap Kapitalisme Global: Studi Kasus Reklamasi Teluk Benoa Bali Tahun 2012-2013. UNAIR: Surabaya.

Referensi GambarPixabay

0 Comments